Saturday, February 6, 2021

thumbnail

Solanin: Hidup itu Tentang Move On

Setelah lebih dari 1 bulan skip, sekarang kita masuk ke Day 7 #30dayswritingchallenge. Walaupun udah bukan "30 days" lagi, tapi gapapa, lah. Kita lanjutin aja challenge ini sampai selesai walaupun udah setengah gagal.

Solanin: Hidup itu Tentang Move On

Prompt hari ini bakal bahas tentang "Favorite Movie". Tapi sebenernya, yang bakal kita bahas ini lebih ke komik manga yang diadaptasi jadi Live Action. 

Judulnya Solanin, film yang bahas tentang isu sosial yang bisa dibilang tabu & sangat explicit tentang masa-masa quarter-life crisis yang konon bakal dialami sama semua orang di umur 25 tahunan. Waktu hidup selalu penuh pertanyaan kaya:

"Yakin, kaya gini hidup yang kita mau?"


Sekilas Tentang Solanin

Kalo kebanyakan orang tau Solanin dari komik atau fans Asano Inio, author dari komiknya, saya justru kenal film ini dari lagu Ajikan (Asian Kung-fu Generation). Karena kebetulan, Ajikan jadi pengisi soundtrack film Solanin.

Trus saya cari-cari tentang manga-nya, baru nonton film Live action-nya.

Solanin sendiri nyeritain tentang pasangan muda, Meiko & Taneda. Meiko itu cewe pekerja keras yang nurut sama dulunya nurut sama tuntutan kehidupan. Punya penghasilan stabil walaupun harus kerja 9-5 yang bosenin.

Sedangkan Taneda itu freelancer desain grafis disalah satu studio kecil. Gajinya pun lebih kecil daripada Meiko & cuma dibayar per proyek. Sama-sama pekerja keras, tapi Taneda ga nurut sama tuntutan kehidupan. Dia lebih pikir bahwa ada cara bisa tetap hidup tanpa harus kerja mononton sampe mati.

Sebenarnya, pikiran Meiko juga sama kaya Taneda. Waktu udah muak sama pekerjaan yang monoton, Meiko akhirnyna re-sign dengan punya modal tabungan cukup besar dari hasil kerjanya bertahun-tahun.

Tapi buat Taneda, yang tinggal serumah dan hidupnya bergantung sama Meiko, keputusan kaya gitu justru bikin dia panik cemas & khawatir. Di sinilah muncul pertanyaan tadi, "Gimana bisa tetep hidup kalau ga bisa makan?", "Gimana bisa makan kalau ga kerja?", "Apa iya hidup itu cuma tentang kerja?".

Tiap orang pasti punnya jawaban yang beda-beda tentang pertanyaan quarter-life crisis kaya gitu. Tapi kalau kalian mau tau gimana Taneda & Meiko ngejawab masalah tersebut, STOP BACA DI SINI & nonton filmnya, Soalnya bakal banyak SPOILER mulai dari sini.


Solanin: Hidup Itu Tentang Move On

        " Taneda, sebenarnya kau ingin bermusik dengan serius, kan? Kalau begitu lakukan saja... Atau lebih tepatnya, aku ingin kau bermain musik"

         " Bakat musikku biasa-biasa saja, lho. Kalau baru mulai sekarang, mustahil bisa menandingi orang yang sudah bermusik dengan serius. Kalau itu terjadi, apa yang akan kau lakukan? Apa kamu mau mati bersamaku?"


Baik Taneda atau Meiko sebenarnya sama-sama orang yang gak idealis. Meiko rela bikin hari-harinya bosen dan monoton demi kerja & punya gaji stabil. Taneda juga rela cuma jadi freelance desainer dan ngorbanin passion-nya jadi pemain band.

Tapi beda sama Taneda, Meiko akhirnya mutusin untuk keluar dari kandang. Keluar dari zona nyaman— yang padahal jauh dari kata nyaman— dan move on ke hidup penuh rasa "bebas" yang dia mau.

Dan kaya burung yang udah bebas dari kandang, pastinya burung itu bakal ngajak burung lain buat ikut kabur dari kurungan. Kira-kira kaya gitu pikiran Meiko, yang udah bebas, yang ingin dia kasih tau ke Taneda, yang masih masih "terkurung".

Hidup itu tentang move on, kita diciptakan buat terus berubah. Orang yang ada di sekitar kita dulu, mungkin sekarang udah pindah dan punya kehidupan masing-maisng.

Kita ga akan kemana-mana kalau cuma diem di zona nyaman. Bahkan zona nyaman itu sendiri sebenarnya bukan "nyaman", tapi cuma karena "biasa". Walaupun ga nyaman, kalo udah biasa pasti kita bakal beradaptasi dan punya pikiran kalau hidup kaya gini tuh yang terbaik. 

Padahal kemungkinan besar salah. Ada satu kutipan lagi yang dari komik Solanin yang lumayan bagus.

"Sepatu yang baru kubeli sedikit keras dan membuat kakiku lecet. Tapi karena menyukainya, pasti akan kukenakan sampai rusak. Meski takut, aku akan mulai melangkah. Dan hari ini adalah langkah pertama menuju hari yang baru."

 

Solanin: Hidup itu Tentang Move On

Biar simple, kita bisa ganti dengan perumpamaan sepatu dengan hidup, pekerjaan, pasangan, jurusan kuliah, kesukaan atau aspek kehidupan apapun yang lain. 


Waktu pertama kali beli— apalagi sepatu yang ngepas banget, cuma itu satunya ukuran yang ada— pasti bakal sakit buat dipakai. Karna kaki kita harus menyesuaikan sama ukuran sepatu itu. Lama kelamaan, bukan kaki kita yang semakin kecil atau sepatunya yang makin besar.


Tapi lama-lama kita bakal terbiasa sama rasa sakit itu. Yang tersisa cuma sepatu yang kita suka ^-^


Tapi balik lagi ke pertanyaan pertama, "what if...". Gimana kalau ternyata semuanya gagal? Gimana kalau ternyata kita ga betah sama kerjaan baru yang sesuai passion? 


"Kalau itu terjadi, apa yang akan kau lakukan? Apa kamu mau mati bersamaku?"


Pikiran kaya gitu yang terus ada di kepala Taneda. Mungkin juga ada di pikiran kamu, yang merasa stuck di zona nyaman.


Tapi walaupun begitu, hidup itu tentang move on. Kalau gagal, cepat atau lambat kita pasti move on sama kegagalan tersebut. Kalau berhasil, kita bakal move on dan mulai langkah baru dalam hidup baru kita.


Terakhir, dan yang paling creepy, adalah kalau kita ga mau move on. Karena alam sendiri yang maksa kita buat bergerak, berubah ke kehidupan yang baru. Either in a good or bad ways.


Jadi walaupun akhirnya gagal jadi pemain band terkenal karena demo-nya langsung ditolak & udah terlanjur re-sign dari kerjaan desain grafisnya, Taneda tetep berhasil bikin 1 lagu berjudul Solanin. Terjemahan liriknya kira-kira kaya gini.



Solanin

Mistaken thoughts from beyond the sky
A life spent saying goodbye?
The little piece of the future I saw
Was waving goodbye


The small room I once lived in
Is now occupied by someone else
The horrible things I said to you
The days that were wasted


Perhaps if I'd taken that chance, if I could go back to that day
But I'll never be that person again


Even if that frail happiness
had somehow lingered on
A bad seed would surely have sprouted
So I guess this is goodbye


The cold cans of coffee from freezing winters
That long rainbow coloured scarf
I stroll through the back alley
It all comes back to me


Even if that frail happiness
had somehow lingered on
A bad seed would surely have sprouted
So I guess this is goodbye


I guess


Goodbye, that's enough
You can cope anywhere
Goodbye, I'll manage somehow too
Goodbye, that's what I'll do


Lirik lagu Solanin kurang lebih bercerita tentang perpisahan. Bukan perpisahan sama orang lain, tapi sama diri kita sendiri di masa lalu. Diri kita yang takut buat keputusan baru dan lebih milih di dunia kecil yang nyaman.

Walaupun rencana Taneda buat jadi musisi gagal, tapi dia tetep move on dari kegagalannya. Caranya adalah dengan ngelamar lagi ke studio desain grafis yang sama.Tapi kali ini, dia ngelamar dengan mindset yang berbeda dan diterima sebagai karyawan tetap setelah ngebuktiin tekadnya.

Sampai sini bagian pertama di film sekaligus volume 1 di komik Solanin selesa. Dan bagian keduanya nyeritain lagi bahwa hidup tentang move on dengan lebih explicit. Kalian wajib nonton, kalo bisa baca juga manga-nya.


Bad Seed Would Surely Have Sprouted

Jujur aja, saya ga terlalu ngerti kalimat "Bad seed would surely have sprouted". Kalau dari terjemahan resminya— yang diterbitin sama penerbit M&C di Indonesia— artinya adalah "Pasti benih keburukan akan mulai bertunas". 

Atau kalau dari terjemahan sendiri, kira-kira artinnya "Benih yang buruk sekalipun, pasti akan bertunas"

Yang mana terjemahan ini sangat mencerminkan pesan utama dari film Solanin, yaitu hidup itu tentang chain of event. Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai. Keputusan Meiko re-sign dari kantornya, justru nuntun dia ngalamin kejadian yang sama sekali ga terduga.

Gitu juga sama keputusan Taneda buat bikin musik, bubarin band-nya, lembur tanpa pulang berhari-hari sampai diterima jadi pegawai tetap, dan lain-lain.

Semua "benih" yang mereka tanam, yang baik maupun yang buruk, pasti suatu saat akan mereka tuai juga. Kalau ga mau menuai sendiri, alam mungkin bakal cari cara gimana kita menuai apa yang kita tanam.

Ngomong-ngomong tentang benih keburukan, kemarin saya baru aja selesai baca manga Kimi no Knife. 

Walaupun ga bahas isu sosial kaya Solanin, tapi Kimi no Knife punya pesan yang kurang lebih sama. Yaitu tentang hidup adalah sekumpulan chain of reaction dari keputusan-keputusan kita di masa lalu.

Jadi ceritanya, ada guru namanya Shiki Yukitaka. Dia punya kakak perempuan yang sakit cancer dan butuh uang. Tapi uang itu bukan buat ngobatin kakaknya, tapi cuma bisa buat kakaknya bertahan hidup per tahun.

Dalam setahun kira-kira Shiki harus punya uang 3 juta Yen. Artinya biaya umur kakaknya dalam setahun itu 3 juta Yen.

Buat ngumpulin uang, Shiki rela jadi hitman, pembunuh bayaran dengan gaji 5 juta Yen buat satu kali kerja. Di situ juga ada karakter lain yang ga penting-penting amat wkwk.

Tapi intinya, waktu Shiki punya keputusan untuk jadi hitman, di situlah dia nanem benih keburukan buat dirinya sendiri di masa depan.

1 sampai 4 job selesai kaya biasa. Bahkan dia bisa ngumpulin uang yang cukup untuk nahan cancer di badan kakaknya selama kurang lebih 20 tahun. Tapi kaya kata pepatah, "Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga".

Cepat atau lambat, benih yang dia tanem di masa lalu bakal tumbuh. Keputusan Shiki jadi pembunuh bayaran nuntun dia ke chain of event yang berakhir kurang mengenakan. Misi pembunuhan terakhirnya kacau & temen-temennya ditangkep polisi.

Kalau benih yang Taneda tanam itu keluar dari studio freelance-nya, bikin band dan gagal, benih yang ditanam sama Shiki itu jadi pembunuh bayaran, dapat banyak uang dan berakhir gagal juga.

Tapi kaya yang udah saya bilang tadi, selalu ada 2 sisi dalam satu koin. Shiki mungkin gagal di misi terakhirnya, tapi dia bisa dapet uang untuk nahan cancer kakaknya dengan harapan di 20 tahun lagi udah ada alat untuk menyembuhkan penyakit tersebut.

Tapi walau kakaknya bisa bertahan, dia ga bisa ngeliat dan ikut bahagia sama Shiki.

Penutup

Karena tulisan saya udah mulai ngaco lagi, kita selesaiin aja di sini. Jadi intinya, hidup itu tentang move on, ga ada yang "selamanya" di dunia ini. Cepat atau lambat, suasana yang kita rasain sekarang, kegiatan yang kita lakukan selama bertahun-tahun, semuanya pasti akan berubah.

Jadi selama itu masih ada, selama hal yang kita suka masih ada, jangan lupa bersyukur. Jangan pernah take everythings for granted. Mungkin ini gampang diomongin, tapi sangat susah buat dilakuin.

Jangan lupa kalau kalian mau ikut #30Dayswritingchallenge juga, langsung aja nulis pakai prompt di bawah. Ga usah nunggu tanggal 1 atau maksain nulis tiap hari, soalnya saya juga engga wkwk.



Subscribe by Email

Follow Updates Articles from This Blog via Email

No Comments